SEJARAH TELEKOMUNIKASI DUNIA DAN INDONESIA
Manusia
sebagai makhluk sosial dan hidup bermasyarakat memerlukan komunikasi atau
pertukaran informasi satu dengan yang lainnya. Disamping itu manusia juga perlu mencari informasi dari
keadaan sekitarnya.
Untuk Hal diatas, Tuhan telah menganugerahkan panca
indera yang merupakan alat utama dalam mengadakan komunikasi tersebut.
Sebagaimana kita ketahui, cara perhubungan yang azasi adalah melalui
pendengaran dengan telinga dan penglihatan dengan mata.
Akan tetapi jika hanya dengan mata dan telinga saja,
komunikasi yang dilakukan oleh manusia hanyalah dalam jarak yang terbatas
sekali.
Oleh sebab itu, sejak dari masa yang lampau dan sesuai dengan tingkat perkembangan cara berpikir, manusia telah senantiasa berusaha untuk dapat berkomunikasi dengan jarak jangkau yang sejauh mungkin dengan menggunakan alat bantu tambahan.
Oleh sebab itu, sejak dari masa yang lampau dan sesuai dengan tingkat perkembangan cara berpikir, manusia telah senantiasa berusaha untuk dapat berkomunikasi dengan jarak jangkau yang sejauh mungkin dengan menggunakan alat bantu tambahan.
Sebagai contoh, cara pemberitaan dengan genderang di
Afrika, dengan asap oleh suku Indian di Amerika, ataupun bahasa bendera yang
masih dipakai sampai sekarang. Semua itu merupakan salah satu tingkatan dalam
perkembangan cara-cara dalam berkomunikasi atau berhubungan untuk saling
bertukar informasi.
Telekomunikasi menurut sejarahnya berasal dari dua suku
kata yaitu (tele = jarak jauh) dan (communicara =berita atau informasi).
Tujuan dari teknik Telekomunikasi adalah untuk
melaksanakan pengiriman dan penerimaan informasi yang menggunakan rantai (
gelombang ) elektromagnetik sebagai alat pembawa (Carrier). dalam hal ini
Informasi dapat berupa Suara (bunyi) yaitu informasi untuk telinga, maupun
gambar yang merupakan informasi untuk mata.
Pada
tahun 1835 oleh Samuel
F.B. Morse dan Alfred Vail diperkenalkan
telegrafi Elektromagnet (Morse). Komunikasi cara ini bahkan dapat dilakukan
antara dua tempat yang dipisahkan oleh lautan. Kode Morse ini sampai sekarang
masih tetap dipakai, dengan pertimbangan faktor kesederhanaan dan
kehandalannya.
Pada
tahun 1876, Alexander Graham Bell memperkenalkan komunikasi Telephony, bahkan
sampai saat ini komukasi telephony mengalami kemajuan yang begitu pesat seiring
dengan perkembangan tekhnologi.
Pada
tahun 1897 diperkenalkan hubungan radio telekomunikasi tanpa kabel pertama oleh Guglielmo Marconi. Dengan
ditemukannya cara ini, memungkinkan bagi manusia untuk berkomunikasi jarak
jauh, atau antara dua tempat yang sukar ditempuh, menjadi lebih terbuka.
Pada
Tahun 1937, negara Inggris melakukan pengiriman gambar yang pertama. Ini
merupakan awal dari sistem pertelevisian.
1984: Teknologi seluler diperkenalkan di Indonesia
Teknologi
komunikasi seluler mulai diperkenakan pertama kali di Indonesia. Pada
saat itu, Ketika itu, PT Telkom Indonesia bersama
dengan PT Rajasa
Hazanah Perkasa mulai
menyelenggarakan layanan komunikasi seluler dengan mengusung teknologi NMT -450
(yang menggunakan frekuensi 450 MHz) melalui pola bagi hasil. Telkom mendapat
30% sedangkan Rajasa 70%.
1985-1992: Penggunaan teknologi seluler berbasis analog Generasi 1
(1G)
Pada
tahun 1985,
teknologi AMPS (Advanced Mobile Phone System, mempergunakan frekuensi 800 MHz,
merupakan cikal bakalCDMA saat ini)
dengan sistem analog mulai diperkenalkan, di samping teknologi NMT-470,
modifikasi NMT-450 (berjalan pada frekuensi 470 MHz, khusus untuk Indonesia)
dioperasikan PT Rajasa
Hazanah Perkasa. Teknologi AMPS ditangani oleh empat operator: PT
Elektrindo Nusantara, PT
Centralindo Panca Sakti, dan PT
Telekomindo Prima Bakti, serta PT Telkom Indonesia sendiri.
Regulasi yang berlaku saat itu mengharuskan para penyelenggara layanan telepon
dasar bermitra dengan PT Telkom Indonesia.
Pada saat
itu, telepon seluler yang beredar di Indonesia masih belum bisa dimasukkan ke
dalam saku karena ukurannya yang besar dan berat, rata-rata 430 gram atau
hampir setengah kilogram. Harganya pun masih mahal, sekitar Rp10 jutaan.
Pada
tahun 1967, PT Indonesian Satellite
Corporation Tbk (Indosat,
sekarang PT. Indosat Tbk) didirikan sebagai Perusahaan
Modal Asing (PMA),
dan baru memulai usahanya pada 1969 dalam bidang layanan telekomunikasi antarnegara. Pada 1980, Indosat resmi menjadi Badan Usaha Milik Negara.
1993: Awal pengembangan GSM
Pada Oktober 1993, PT Telkom Indonesia memulai pilot-project pengembangan teknologi generasi kedua (2G), GSM], di
Indonesia. Sebelumnya, Indonesia dihadapkan
pada dua pilihan: melanjutkan penggunaan teknologi AMPS atau beralih ke GSM yang menggunakan frekuensi 900 MHz. Akhirnya, Menristek saat itu, BJ Habibie,
memutuskan untuk menggunakan teknologi GSM pada sistem telekomunikasi digital Indonesia.
Pada waktu itu dibangun 3 BTS (Base Transceiver Station), yaitu satu di Batam dan
dua di Bintan. Persis pada 31 Desember 1993, pilot-project tersebut sudah on-air. Daerah Batam dipilih
sebagai lokasi dengan beberapa alasan: Batam adalah daerah yang banyak diminati
oleh berbagai kalangan, termasuk warga Singapura. Jarak yang cukup dekat membuat sinyal seluler dari
negara itu bisa ditangkap pula di Batam. Alhasil, warga Singapura yang
berada di Batam bisa berkomunikasi dengan murah meriah, lintas negara tapi
seperti menggunakan telepon lokal. Jadi pilot-project ini
juga dimaksudkan untuk menutup sinyal dari Singapura sekaligus memberikan layanan
komunikasi pada masyarakat Batam.
1994: Kemunculan operator GSM pertama
PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo)
muncul sebagai operator GSM pertama di Indonesia, melalui Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi No. PM108/2/MPPT-93, dengan awal pemilik saham adalah PT Telkom Indonesia, PT Indosat, dan PT Bimagraha Telekomindo, dengan wilayah cakupan
layanan meliputi Jakarta dan sekitarnya. Pada periode ini, teknologi NMT danAMPS mulai ditinggalkan, ditandai dengan tren melonjaknya jumlah
pelanggan GSM di Indonesia. Beberapa faktor penyebab lonjakan tersebut
antara lain, karena GSM menggunakan Kartu SIM yang
memungkinkan pelanggan untuk berganti handset tanpa mengganti nomor. Selain
itu, ukuran handset juga sudah lebih baik, tak lagi sebesar 'pemukul kasti'.
1995: Kemunculan telepon rumah nirkabel
Penggunaan
teknologi GMH 2000/ETDMA diperkenalkan oleh Ratelindo. Layanan yang diberikan oleh Ratelindo berupa
layanan Fixed-Cellular Network Operator, yaitu telepon rumah nirkabel. Pada tahun yang sama, kesuksesan pilot-project di Batam dan Bintanmembuat pemerintah memperluas daerah layanan GSM ke
provinsi-provinsi lain di Sumatera. Untuk memfasilitasi hal itu, pada 26 Mei1995 didirikan
sebuah perusahaan telekomunikasi bernama Telkomsel, sebagai operator GSM nasional kedua di Indonesia, dengan kepemilikan bersama Satelindo.
1996: Awal perkembangan layanan GSM
Pada
akhir tahun 1996, PT Excelcomindo Pratama (Excelcom, sekarang XL Axiata) yang berbasis GSM muncul sebagai
operatorseluler nasional ketiga. Telkomsel yang
sebelumnya telah sukses merambah Medan, Surabaya, Bandung, dan Denpasar dengan
produk Kartu Halo, mulai melakukan ekspansi ke Jakarta. Pemerintah juga mulai turut mendukung bisnis seluler dengan dihapuskannya bea masuk telepon seluler.
Alhasil, harga telepon seluler dapat ditekan hingga Rp1 juta. Pada 29 Desember 1996,Maluku tercatat
menjadi provinsi ke-27 yang dilayani Telkomsel.
Pada tahun yang sama, Satelindo meluncurkan
satelit Palapa C2, dan langsung beroperasi pada tahun itu juga.
1997-1999: Telekomunikasi seluler pada masa krisis moneter
Pada
tahun 1997, Pemerintah bersiap memberikan 10 lisensi regional
untuk 10 operator baru yang berbasis GSM 1800 atau PHS(Personal Handy-phone System. Keduanya adalah sama seperti GSM
biasa, namun menggunakan frekuensi 1800 MHz). Namun, krisis moneter 1998 membuat rencana itu batal.
Pada
tahun yang sama, Telkomsel memperkenalkan
produk prabayar pertama yang diberi nama Simpati, sebagai alternatif Kartu Halo. Lalu Excelcom meluncurkan Pro-XL sebagai jawaban atas tantangan dari para kompetitornya, dengan
layanan unggulan roaming pada tahun 1998. Pada
tahun tersebut, Satelindo tak mau
ketinggalan dengan meluncurkan produk Mentari, dengan keunggulan perhitungantarif per detik.
Walaupun
pada periode 1997-1999 ini Indonesia masih
mengalami guncangan hebat akibat krisis ekonomi dan krisis moneter, minat
masyarakat tidak berubah untuk menikmati layanan seluler. Produk Mentari yang diluncurkan Satelindo pun mampu dengan cepat meraih 10.000 pelanggan. Padahal, harga kartu perdana saat itu termasuk
tinggi, mencapai di atas Rp100 ribu dan terus naik pada tahun berikutnya.
Hingga akhir 1999, jumlah pelanggan seluler di Indonesia telah mencapai 2,5
juta pelanggan, yang sebagian besar merupakan pelanggan layanan prabayar.
2000-2002: Deregulasi dan kemunculan operator CDMA
Telkomsel dan Indosat memperoleh lisensi sebagai
operator GSM 1800 nasional sesuai amanat Undang-undang Telekomunikasi No.
36/1999. Layanan seluler kedua BUMN itu direncanakan akan beroperasi secara bersamaan pada 1 Agustus 2001. Pada tahun yang sama, layanan pesan singkat (Inggris: Short
Message Service/SMS) mulai diperkenalkan, dan langsung menjadi primadona
layanan seluler saat itu.
Pada
tahun 2001, Indosat mendirikan PT Indosat Multi Media Mobile (Indosat-M3),
yang kemudian menjadi pelopor layanan GPRS(General
Packet Radio Service) dan MMS (Multimedia Messaging Service) di Indonesia. Pada 8 Oktober 2002, Telkomsel menjadi operator kedua yang menyajikan layanan tersebut.
Masih
pada tahun 2001,
pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di sektor telekomunikasi dengan
membuka kompetisi pasar bebas. PT Telkom Indonesia pun tak
lagi memonopoli telekomunikasi, ditandai dengan dilepasnya saham Satelindo pada Indosat. Pada
akhir 2002, Pemerintah Indonesia juga melepas 41,94% saham Indosat ke Singapore Technologies Telemedia
Pte Ltd (SingTel).
Kebijakan ini menimbulkan kontroversi, yang pada akhirnya membuat Pemerintah terus berupaya melakukan aksi beli-kembali/buyback.
Pada Desember 2002, Flexi hadir
sebagai operator CDMA pertama di Indonesia, di bawah pengawasan PT Telkom Indonesia, menggunakan frekuensi 1.900 MHz dengan lisensi FWA (Fixed Wireless Access). Artinya, sistem penomoran untuk tiap
pelanggan menggunakan kode area menurut kota asalnya, seperti yang dipergunakan
oleh telepon berbasis
sambungan tetap dengan kabel milikTelkom.
2003-2004: Kemunculan operator 3G pertama
Satelindo meluncurkan
layanan GPRS dan MMS pada awal 2003, dan
menjadi operator seluler Indonesia ketiga
yang meluncurkan layanan tersebut.
Melalui Keputusan Dirjen
Postel No.
253/Dirjen/2003 tanggal 8 Oktober 2003,
pemerintah akhirnya memberikan lisensi kepada PT Cyber Access
Communication (sekarang
PT Hutchison Charoen Pokphand Telecom) sebagai operator seluler 3G pertama
di Indonesia melalui proses tender, menyisihkan 11 peserta lainnya. CAC
memperoleh lisensi pada
jaringan UMTS (Universal Mobile Telecommunications System) atau juga disebut
dengan W-CDMA (Wideband-Code Division Multiple Access) pada frekuensi 1.900 MHz
sebesar 15 MHz.
Pada November 2003, Indosat mengakuisisi Satelindo, Indosat-M3, dan Bimagraha
Telekomindo. Pada akhirnya, ketiganya dilebur ke dalam PT Indosat Tbk. Maka
sejak saat itu, ketiganya hanya menjadi anak perusahaan Indosat.
Di bulan
yang sama, PT Radio dan Telepon Indonesia (Ratelindo) berubah nama menjadi PT Bakrie Telecom dan meluncurkan produkesia sebagai operator CDMA kedua berbasis FWA, yang
kemudian diikuti dengan kehadiran Fren sebagai
merek dagang PT Mobile-8 Telecom pada Desember 2003, namun dengan lisensi CDMA berjelajah nasional, seperti
umumnya operator seluler berbasis GSM. PT Indosat Tbk menyusul kemudian dengan StarOne pada
bulan Mei 2004, juga dengan lisensi CDMA FWA.
Pada Februari 2004, Telkomsel meluncurkan layanan EDGE (Enhanced Data Rates for GSM Evolution), dan menjadikannya sebagai
operator EDGE pertama di Indonesia. EDGE sanggup melakukan transfer data dengan
kecepatan sekitar 126 kbps (kilobit per
detik) dan menjadi teknologi dengan transmisi data paling cepat yang beroperasi
di Indonesia saat itu. Bahkan menurut GSM World Association, EDGE dapat
menembus kecepatan hingga 473,8 kilobit/detik.
Sejak April 2004, para operator seluler di Indonesia akhirnya sepakat melayani layanan MMS antar-operator. Pada akhir tahun 2004, jumlah
pelanggan seluler sudah menembus kurang lebih 30 juta. Melihat perkembangan
yang begitu pesat, di prediksi pada tahun2005 jumlah pelanggan seluler di Indonesia akan mencapai 40 juta
Pada Mei 2004, PT
Mandara Seluler Indonesia meluncurkan produk seluler Neon di Lampung pada
jaringan CDMA 450 MHz. NamunNeon tak bisa berkembang akibat kalah bersaing dengan operator
telekomunikasi lainnya, sampai akhirnya diambil alih olehSampoerna kemudian
mengubah namanya menjadi Sampoerna
Telekomunikasi Indonesia pada 2005, dan menjadi cikal bakal Ceria.
Pada
tanggal 17 September 2004, PT Natrindo Telepon Seluler (Lippo Telecom, sekarang PT Axis Telekom Indonesia) memperoleh
lisensi layanan 3G kedua di Indonesia. Perusahaan ini memperoleh alokasi
frekuensi sebesar 10 MHz.
2005-2008: Era reformasi Pertelekomunikasian Indonesia
Pada Mei
2005, Telkomsel berhasil
melakukan ujicoba jaringan 3G di Jakarta dengan
menggunakan teknologi Motorola dan Siemens,
sedangkan CAC baru melaksanakan ujicoba jaringan 3G pada
bulan berikutnya. CAC melakukan ujicoba layanan Telepon video, aksesinternet kecepatan
tinggi, dan menonton siaran MetroTV via ponsel Sony Ericsson Z800i. Setelah melalui proses tender, akhirnya tiga operator
telepon seluler ditetapkan sebagai pemenang untuk memperoleh lisensi layanan
3G, yakni PT Telekomunikasi Selular(Telkomsel), PT Excelcomindo Pratama (XL), dan PT Indosat Tbk (Indosat)
pada tanggal 8 Februari 2006. Dan
pada akhir tahun yang sama, ketiganya meluncurkan layanan 3G secara komersial.
Pada Agustus 2006, Indosat meluncurkan StarOne dengan
jaringan CDMA2000 1x EV-DO di Balikpapan. Pada saat yang sama,Bakrie Telecom memperkenalkan
layanan ini pada penyelenggarakan kuliah jarak jauh antara Institut Teknologi Bandung (ITB) denganCalifornia Institute for Telecommunication and Information (Calit2) di San Diego State University (UCSD) California.
Pemerintah
melalui Depkominfo mengeluarkan
Permenkominfo No. 01/2006 tanggal 13 Januari 2007 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk
Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000, menyebutkan bahwa
penyelenggaraan jaringan tetap lokal
dengan mobilitas terbatas hanya dapat beroperasi di pita
frekuensi radio
1.900 MHz sampai dengan 31 Desember 2007.
Jaringan padafrekuensi tersebut kelak hanya diperuntukan untuk jaringan 3G. Operator dilarang membangun dan mengembangkan jaringan pada pita
frekuensi radio tersebut.
Maka,
berdasarkan keputusan tersebut, para operator seluler CDMA berbasis FWA yang menghuni frekuensi 1.900 MHz harus segera bermigrasi ke frekuensi 800 MHz. Saat itu ada dua operator yang menghuni frekuensi CDMA
1.900 MHz, yaitu Flexi dan StarOne. Akhirnya, Telkom bekerjasama
dengan Mobile-8 dalam
menyelenggarakan layanan Fren dan Flexi, sedangkan Indosat dengan produkStarOne bekerja sama dengan Esia milik Bakrie Telecom.
Jumlah pengguna layanan seluler di Indonesia mulai mengalami ledakan. Jumlah
pelanggan layanan seluler dari tiga operator terbesar (Telkomsel, Indosat, dan Excelcom) saja sudah menembus 38 juta. Itu belum termasuk
operator-operator CDMA. Hal ini
disebabkan oleh murahnya tarif layanan seluler jika dibandingkan pada masa
sebelumnya yang masih cukup mahal.
Namun
jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang
sekitar 220 juta pada saat itu, angka 38 juta masih cukup kecil. Para operator masih melihat peluang bisnis yang besar dari industri telekomunikasi seluler
itu. Maka, untuk meraih banyak pelanggan baru, sekaligus mempertahankan
pelanggan lama, para operator memberlakukan perang tarif yang
membuat tarif layanan seluler di Indonesia semakin murah.
Namun di
balik gembar-gembor tarif murah itu, BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menemukan fakta menarik,
ternyata para operator seluler telah melakukan kartel tarif layanan seluler, dengan memberlakukan tarif minimal yang
boleh diberlakukan di antara para operator yang tergabung dalam kartel
tersebut. Salah satu fakta lain yang ditemukan BRTI dan KPPU adalah adanya kepemilikan silang Temasek Holdings, sebuah perusahaan milik PemerintahSingapura, di PT Indosat Tbk (Indosat)
dan PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel)], yang membuat tarif layanan seluler cukup tinggi.
Maka,
pemerintah melalui Depkominfo akhirnya
mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan para operator seluler menurunkan tarif
mereka 5%-40% sejak bulan April 2008, termasuk di antaranya
penurunan tarif interkoneksi antar
operato. Penurunan tarif ini akan dievaluasi oleh
pemerintah selama 3 bulan sekali.
2009-2012 : Perkembangan telekomunikasi di Indonesia
Di
Indonesia pada tahun 2009, telah beroperasi sejumlah 10 operator dengan
perkiraan jumlah pelanggan sekitar 175,18 jutaSebagian besar operator telah
meluncurkan layanan 3G dan 3,5G. Seluruh
operator GSM telah mengaplikasikan teknologi UMTS,HSDPA dan HSUPA pada jaringannya, dan operator CDMA juga telah mengaplikasikan teknologi CDMA2000 1x EV-DO.
Akibat
kebijakan pemerintah tentang penurunan tarif pada awal 2008, serta gencarnya perang
tarif para operator yang
makin gencar, kualitas layanan operator seluler di Indonesia terus memburuk, terutama pada jam-jam sibuk. Sementara itu, tarifpromosi yang
diberikan pun seringkali hanya sekedar akal-akalan, bahkan cenderung merugikan konsumen itu sendiri.
Jumlah
pengguna seluler di Indonesia hingga
bulan Juni 2010 diperkirakan
mencapai 180 juta pelanggan, atau mencapai sekitar 80 persen populasi penduduk.
Dari 180 juta pelanggan seluler itu, sebanyak 95 persen adalah pelanggan
prabayar. Menurut catatan ATSI(Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia), pelanggan Telkomsel
hingga bulan Juni 2010 mencapai
88 juta nomor, XL sekitar 35 juta, Indosat sekitar 39,1 juta, selebihnya
merupakan pelanggan Axis dan Three. Direktur Utama PT Telkomsel, Sarwoto
mengatakan, dari sisi pendapatan seluruh operator seluler sudah menembus angka
Rp100 triliun. Industri ini diperkirakan terus tumbuh, investasi terus
meningkat menjadi sekitar US$2 miliar per tahun, dengan jumlah BTS mencapai
lebih 100.000 unit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar